JAKARTA (DP) Drag bike belakangan semakin trend. Jangan heran jika nanti
akan semakin banyak event adu kecepatan sepeda motor di track lurus
ini. Mendatangi sejumlah event drag bike tingkat nasional di sejumlah
kota,
Dapurpacu.com tergelitik
menggali informasi seputar drag bike, sepeda motornya, berikut
antusiasmenya. Ketika banyak balap liar di jalanan dengan sepeda motor
drag, induk organisasi pecinta motor, Ikatan Motor Indonesia (IMI) pun
mengagendakan event balap drag bike beberapa tahun silam. Dan tiga tahun
belakangan, antusiasmenya semakin membumi. Jumlah peserta balap drag
bike pun melonjak tajam dengan banyaknya tim yang ikut serta. Menurut
Helmy Sungkar, promotor di sejumlah event drag bike, antusiasme mulai
menunjukkan trend positif. Bahkan lima seri yang digelar selama 2010
dirasa kurang dan bisa jadi ditambah lebih banyak. Talenta pebalap drag
bike di Indonesia memang semakin berkembang. Dengan banyaknya event,
diharapkan balap liar yang notabene kurang aman bisa diarahkan ke jalur
yang benar. Di sinilah ajang sesungguhnya kalau ingin adu cepat, kata
Helmy kepada
Dapurpacu.com di
sela-sela event balap drag bike di Sentul, beberapa waktu lalu. Memang,
seiring dengan semakin banyaknya pecinta balap sepeda motor drag, IMI
Pusat harus terus menyosialisasikan soal peranti safety. Banyak kalangan
menyebut meski sudah dilengkapi beberapa peralatan keselamatan di
sekujur tubuh pebalap drag bike yang turun di lintasan resmi, masih
banyak kekurangan yang memungkinkan pebalap mengalami celaka. Kalau di
tim kami, soal safety itu lebih penting daripada gengsi. Mungkin banyak
pebalap atau joki merasa risih pakai peralatan lengkap, tidak seperti
ketika mereka main di trek liar. Namun kami selalu berusaha mematuhi
peraturan, kata Johansyah, pemilik tim balap drag bike Nazar Bike dari
Jakarta.
JAKARTA (DP) – Di Indonesia, komunitas sepeda motor drag sendiri lahir
dari balap jalanan. Jangan dipikir drag bike yang dipakai berspesifikasi
besar, canggih, dan elegan seperti kebanyakan event drag bike di luar
negeri. Bentukan sepeda motor drag (dragster) di sini lebih ke arah
minimalis, atau boleh dibilang kerempeng dan minim perkakas. Cukup
‘tulang’ dan ‘jeroan’ saja. Menurut Harri Novrian, pemilik bengkel
modifikasi drag bike di bilangan Pondok Kelapa, Jakarta Timur, sepeda
motor drag di Indonesia memang mengadopsi aliran ‘bersih’. Artinya,
sepeda motor yang dipakai drag bike haruslah sangat enteng. Sebisa
mungkin tidak ada aksesoris yang nggak penting, ujarnya. Kuncinya, untuk
membuat sepeda motor drag haruslah memiliki konsep chassis yang tepat.
Jika chassis tidak asli tidak kompeten. Pemilik dan bengkel tidak segan
untuk mendatangkan sasis baru meski harganya mahal. Satu chassis impor
dari Jepang atau AS bisa berbanderol Rp 10-25 juta. Jika kurang enteng,
pemilik siap melubangi chassis. Kaki-kaki yang enteng, mesin
berspesifikasi balap, perubahan posisi duduk, setang jepit, hingga ban
khusus drag adalah wajib hukumnya. Dengan pemangkasan ini, bobot
dragster berkurang drastis. Jangan heran kalau penyusutan beratnya bisa
mencapai 40-50%. Pokoknya harus ringan, tapi nggak mengangkat saat
digeber. Itu yang sulit, beber Harri. Untuk proses ini, rata-rata
bengkel membutuhkan waktu sekitar 3-5 bulan. Tak penting sebuah
tampilan, yang jelas dragster harus menyandang predikat enteng. [dp/DON]
SUARA knalpot sepeda motor yang mengganggu telinga meyeruak di tengah
panasnya kota Bekasi akhir pekan lalu. Ratusan sepeda motor berjajar
rapih dalam tenda-tenda yang didirikan disekitar kompleks perumahan.
Salah satu akses jalan raya dalam perumahan itu pun ditutup.
Rupanya kelompok anak-anak muda tersebut akan bersiap mengadakan kontes
adu kecepatan dalam trek lurus (drag bike). Motor-motor yang digunakan
tampak asing, sebagian besar tidak memasang bodi motor. Bahkan, komponen
sepeda motor lainnya seperti jok ditaruh seadanya saja.
Motor ini memang tidak dilihat dari segi penampilannya, namun dinilai
dari kemampuannya berpacu dalam arena balap. Dua lintasan lurus sejauh
seperempat mil digunakan untuk mengadu dua pebalap. Pemenangnya adalah
yang memiliki catatan waktu paling singkat melewati garis finis.
Sekilas mengenai sejarah drag bike di Indonesia, tidak seperti lomba
motor lainnya seperti road race dan motorcross, kompetisi ini seperti
ada dan tiada. Awal kemunculan balapan ini pada tahun 1995-an. Namun
kurangnya event dan jenjang internasional membuat, gemerlap drag bike
kembali redup.
Jarangnya event yang mengadakan ajang balap secara resmi, membuat
sebagian penghobi balapan jenis ini turun ke jalan dengan mengadakan
balapan liar. Seperti yang dituturkan salah satu pelaku drag bike Dadan
Priandana (31).
Menurutnya ajang balap jenis ini jarang sekali digelar, sementara
persaingan gengsi antara pebalap liar drag bike semakin ramai. “Jarang
drag race diselenggarakan di Bandung. Karena itu biasanya adu balap
dilakukan di monumen perjuangan Bandung pada sore hari,” ujarnya.
Hingga dua tahun silam, drag bike mulai kembali ramai. Terlebih dengan
masuknya tren baru drag bike kelas skuter matik (skutik). Begitu wabah
skutik melanda, para pembalap liar dan pemodifikasi motorpun beralih
pandangan.
Jika sebelumnya motor laki seperti Honda Tiger dan CB yang jadi basis
andalan untuk terjun di kelas Free For All (FFA), dengan kemunculan
skutik yang berbodi yang kecil, ringan dan bertenaga sangar ini spontan
menjadi bintang untuk dijadikan pacuan.
Kapasitas mesin pun ditingkatkan, dari semula 125 cc menjadi 350 cc.
Melihat perkembangan tren balap motor kelas matik ini, pihak
penyelenggara optimis drag skutik banyak menuai peserta baru.
Puluhan juta pun rela digelontorkan penghobi balap ini, asalkan motornya
jadi paling tercepat diantara para pesaingnya. seperti dilakukan Dadan
untuk ‘mengorek’ (merombak mesin) Kawasaki Ninja miliknya, Dadan
menghabiskan dana lebih dari Rp 10 juta. Sementara untuk skuter matik,
dia bisa habiskan dana lebih dari Rp 20-30 juta.
Namun, permasalahan penghobi balap ini tidak sekedar wadah
penyelenggaraan saja. Ini juga terkait dengan aturan penyelenggaraan dan
jenjang prestasi internasional ajang drag bike ini bagi pebalap
Indonesia.
=>Unsur keamanan ditinggalkan<=
Salah seorang pemerhati dan penyelenggara yang sering mengelar ajang
ini, Sigit Widiyanto dari Flip Motoracing Division (FMD) mengatakan tata
cara perlombaan yang dibuat Ikatan Motor Indonesia (IMI) masih rancu.
“Drag motor ini memang belum mapan seperti drag mobil. Sehingga masih
banyak tata aturan lomba yang harus diperbaiki,” katanya.
Salah satu aturan yang kurang tegas diberlakukan menurut pengamatan
Torsimax
adalah perihal perlengkapan keselamatan balapan. Pada suatu ajang drag
bike di Bekasi, Minggu (4/4) lalu terlihat banyak peserta hanya
menggunakan helm tanpa wearpack lengkap untuk balapan.
“Terpenting peserta pakai helm dan jaket tebal saja, karena resiko
balapan ini kecil tidak seperti pada ajang road race,” tukas Sigit yang
juga berperan sebagai Ketua penyelenggara ajang balapan itu.
Sementara dari pihak pabrikan nampak enggan serius turun mensponsori
ajang ini, karena ajang ini dinilai jenjang prestasi pebalap drag tidak
jelas di kelas internasional. Seperti dituturkan Ari Wibisono,
Motorsport Manager PT Yamaha Motor Kencana Indonesia (YMKI).
“Kami (Yamaha Indonesia) sangat fokus membawa merah putih berkibardi
dunia internasional. Tapi ajang drag bike jenjangnya ke internasional
muter-muter dan terlalu jauh,” katanya.
Kesulitan itu akhirnya membuat pihak Yamaha hanya membantu bagi
pihak-pihak yang ingin mengembangkan riset motor mereka untuk lebih
cepat. Menurut penuturan Ari, Yamaha Indonesia juga sangat terbantu imej
motor mereka, khususnya skutik mampu merajai kelas bergengsi drag bike
di Indonesia.
“Walaupun kami tidak intens ke arah drag bike, tapi kami banyak membantu
peserta ajang drag bike konsultasi atau mencari komponen drag yang
mereka perlukan,” ungkapnya.
Suatu wadah untuk meminimalisir kegiatan balap drag bike liar, memang
sungguh dibutuhkan. Tapi tanpa dukungan aturan, sponsor dan banyak pihak
terkait, maka hasilnya akan sia-sia.